Paparan tentang tata surya sampai daddy issue melulu selipan semata. Fokus film ini ialah konflik batin anak remaja dan pergaulannya.
Suatu siang yang cerah, Meg (Storm Reid) mengobrol dengan ayahnya, Alex Muller (Chris Pine), di laboratorium kecil dalam lokasi tinggal mereka. Meg memperhatikan penjelasan ayahnya soal bintang-bintang serta alam semesta sembari sesekali bertanya andai ada yang tidak ia pahami.
Sejurus kemudian, sang ayah memberikannya lipatan kertas serupa origami yang menyusun kelopak bunga dan membisikkan petuah hidup yang kira-kira berbunyi, “sesuatu dalam hidup tak pernah menghilang, tapi melulu tertutup.”
Petuah itu terus terekam dalam benak Meg sekaligus jadi kalimat terakhir yang ia dengar dari ayahnya. Setelah perjumpaan siang itu, sang ayah menghilang tanpa jejak secara misterius meninggalkan keluarganya.
Hilangnya Alex secara misterius menciptakan seisi rumah—terutama Meg—terguncang. Ia kehilangan sosok ayah yang dekat dan jadi panutannya sekitar ini.
Dalam kurun masa-masa empat tahun sejak kehilangan sang ayah, Meg yang dulunya ialah anak yang aktif dan ceria, berubah jadi murung, tertutup, sampai mudah naik pitam. Saking kacaunya situasi psikologis Meg, ia hingga melempar bola basket tepat di muka temannya yang sering merisak dirinya.
Di beda sisi, si adik, Charles Wallace (Deric McCabe) justru dicerminkan tetap ceria, enerjik, dan lebih dewasa menyikapi kepergian sang ayah. Ia masih yakin sebuah hari ayahnya akan kembali sehingga tak lelah-lelahnya menyemangati Meg supaya terus percaya pada bisa jadi terbaik.
Optimisme tersebut menuntun pada pertemuannya dengan tiga makhluk luar antariksa bernama Whatsit (Reese Witherspoon) yang tidak sedikit akal, Who (Mindy Kaling) yang hidup dengan petuah-petuah figur dunia macam penyair Rumi, serta Which (Oprah Winfrey) yang arif dan keibuan. Ditambah rekan Meg, Calvin (Levi Miller), mereka menjalani petualangan untuk mengejar sang ayah. Dari sinilah konflik dan masalah A Wrinkle in Time muncul.
A Wrinkle in Time: Ingin Kelihatan Rumit tapi Salah Fokus |
Rombongan Meg menempuh perjalanan waktu—yang dalam film dinamakan tesser—menuju Planet Uriel yang berjarak ratusan tahun cahaya dari bumi. Mereka mengarah ke Uriel sebab meyakini bahwa Alex kandas di sana dampak terhisap mesin ciptaannya sendiri sejumlah tahun yang lalu.
Bersama sang istri, Kate (Gugu Mbatha-Raw), Alex diceritakan punya ambisi untuk membuat mesin yang dapat melintasi alam semesta melulu dengan berbekal kekuatan pikiran. Setelah ditertawai tidak sedikit orang, sebuah hari mesin ciptaan mereka sukses berfungsi. Namun, mesin tersebut justeru menyerap Alex ke dimensi misterius.
A Wrinkle in Time di bina atas premis penelusuran sosok ayah yang hilang. Namun, menginjak pertengahan film, narasi yang dibangun justeru meluber ke mana-mana. Dari tujuan penyelamatan dunia sampai pertarungan antara kebajikan dan kejahatan.
Dampak dari meluasnya jangkauan cerita yang di bina sutradara ialah tak tuntasnya solusi masalah-masalah yang disodorkan dalam alur. Misalnya, saat rombongan Meg memahami ayahnya ditawan di Camarotz (sejenis tempat sangat gelap dan jahat) Which menuliskan bahwa petualangan mereka tidak lagi soal melepaskan Alex, tapi pun melawan angkara murka. Namun, pengakuan tersebut setop di situ dan tidak dipedulikan menggantung tanpa kejelasan.
Perihal Camarotz ini memang mengundang tanda tanya. Sosoknya tiba-tiba dijadikan sebagai musuh utama yang mesti ditumpas dalam A Wrinkle in Time. Padahal, penjelasan soal Camarotz baru hadir usai film berlangsung setelahnya. Itupun pun seperti informasi numpang lewat semata yang dibacakan Whatsit kala mengantar anak-anak berkeliling Planet Uriel. Whatsit memberitahu mereka bahwa Camarotz ialah tempat jahat.
Contoh lainnya ialah perkenalan Wallace dengan tiga makhluk luar antariksa dan dalil sang ayah ditawan di Camarotz. Alih-alih berupaya menyerahkan latar yang kuat guna cerita, Ava DuVernay selaku sutradara melulu membiarkan potongan-potongan kecil tapi urgen tersebut menggelinding begitu saja.
A Wrinkle in Time: Ingin Kelihatan Rumit namun Salah Fokusshare infografik
Masalah A Wrinkle in Time lainnya terletak pada karakterisasi. Kegunaan tokoh mempunyai nama Calvin yang ikut regu Meg tak pernah jelas. Sama laksana Camarotz yang tiba-tiba dijadikan musuh utama, Calvin pun tiba-tiba dipaksa masuk ke pusaran konflik melulu karena ia bertemu Meg dan adiknya dalam perjalanan. Parahnya lagi, sepanjang film, Calvin tak melakukan hal yang signifikan kecuali sekadar mendampingi Meg.
Tak melulu karakter Calvin yang mengganggu, tapi pun sang ibu. Peran Kate paling dibatasi—jika tak hendak disebut dinihilkan. A Wrinkle in Time memilih memakai tiga makhluk planet beda yang tak jelas juntrungannya, yang datang tiba-tiba sebagai medium resolusi konflik.
Padahal, sang istri punya andil dalam pembuatan mesin pengembara alam semesta buatan Alex. Namun, urusan tersebut sepertinya tidak cukup menarik bikin sang sutradara. Karakter Kate melulu muncul pada babak mula dan akhir film.
Walhasil, di balik segala konflik dan narasi yang diselipkan sutradara sepanjang film, cerita A Wrinkle in Time sebetulnya sederhana saja: ini soal teknik anak wanita menghadapi masa remajanya. Pencarian sang ayah maupun penyelamatan dunia hanyalah selipan semata. Jika keduanya hilang, film bakal terus jalan.
Lihat saja adegan pamungkasnya. Saat Meg dan Charles bertarung (entah mengapa tiba-tiba hadir adegan ini), Charle menyuruh Meg bergabung ke dalam pengaruh Camarotz. Ia menjanjikan penyelesaian untuk hal-hal yang sekitar ini jadi masalah Meg: tidak cukup percaya diri, pesimisme, dan minder. Dengan bergabung dengan Camarotz, Meg bakal berubah jadi wanita remaja sempurna.
Tak butuh repot-repot menerka apakah Meg bakal menerima tawaran itu atau menolaknya sebab sudah tentu Meg akan menolaknya. Setelah pertarungan itu, kita pun paham bagaimana akhir dari film ini. Layaknya garapan Disney yang lain, A Wrinkle in Time punya penutup happily ever after.
Lalu, bagaimana masalah dengan sang ayah?
Tenang, mereka baik-baik saja dan bisa berdekapan setelahnya. Segala pertanyaan Meg yang sekitar ini ditabung dalam masa-masa empat tahun tak urgen untuk dijawab. Karena, sekali lagi ini hanya soal remaja galau. Fiksi ilmiah sungguh-sungguh tak diperlukan di sini.
Labels:
mancenegara
Thanks for reading A Wrinkle in Time: Ingin Kelihatan Rumit tapi Salah Fokus. Please share...!
0 Comment for "A Wrinkle in Time: Ingin Kelihatan Rumit tapi Salah Fokus"
Silahkan berkomentar yang sesuai dengan topik, Mohon Maaf komentar dengan nama komentator dan isi komentar yang berbau P*RN*GRAFI, OB*T, H*CK, J*DI dan komentar yang mengandung link aktif, Tidak akan ditampilkan!